Pusat Informasi Sahabat Anak - Masalah terbesar
yang dihadapi remaja masa kini adalah kecemasan dan depresi, bukan narkoba.
Begitulah kesimpulan riset Pew Research Center terbaru. Para
peneliti Pew Research Center sampai pada kesimpulan ini setelah mengamati data
25 ribu orang. "Kami sangat terganggu dengan apa yang kami
temukan," kata penulis laporan Simon Sherry dan
Martin M Smith.
Sekitar 70%
remaja berusia 13 hingga 17 tahun mengatakan, kesehatan mental adalah masalah
utama untuk kelompok usia mereka. Perundungan (bullying) adalah
persoalan lain yang dianggap besar oleh 90% remaja.
Sementara, hanya enam persen mengatakan mereka merasakan tekanan untuk menggunakan narkoba. Empat persen mengatakan mereka merasakan tekanan untuk minum alkohol. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, mereka juga merasa tidak terlalu terpengaruh oleh kemiskinan, kehamilan remaja, dan masalah geng.
Laporan Pew mengungkap, sekolah adalah sumber tekanan
terbesar bagi remaja. Sebanyak 61% di antaranya mengatakan mereka dibuat
kewalahan dengan tuntutan mendapat nilai bagus. Pun demikian, sebagian besar
dari mereka 59%,berencana melanjutkan ke jenjang pendidikan perguruan tinggi
setelah lulus SMA.
Tidak hanya soal akademis yang membuat para remaja
gelisah. Tekanan untuk tampil keren juga dirasa meresahkan bagi 29% remaja.
Bersosialisasi dinilai cukup menantang bagi 28%
remaja, tekanan untuk menguasai bidang olahraga juga membuat 21% dari mereka
waswas.
Perempuan punya kecenderungan bangun dengan perasaan
gugup 36 %, dibandingkan dengan 23% laki-laki. Jika remaja perempuan lebih
senang dengan hal-hal di sekolah 33%, hanya 21% laki-laki yang punya
ketertarikan sama.
Namun, para peneliti menemukan, kekhawatiran remaja
berbeda-beda tergantung pada latar belakang sosial ekonomi mereka. Remaja dari
keluarga berpenghasilan rendah cenderung khawatir tentang masalah kehamilan
remaja, kemiskinan, dan kecanduan narkoba.
Bagaimanapun, masalah kesehatan mental adalah masalah
terbesar pada semua kelompok remaja. Temuan itu mendesak pentingnya
perlindungan terhadap kesehatan mental remaja di penjuru dunia.
Di Indonesia, penelitian Peltzer dan Pengpid mengungkap hal senada. Kelompok remaja usia 15 hingga 19 tahun menunjukkan prevalensi gejala depresi paling tinggi dibandingkan kelompok usia lain. Sebanyak 32% remaja perempuan melaporkan gajala depresi sedang atau berat, 26,6% remaja laki-laki memiliki gejala sama. Di Amerika Serikat, CDC mencatat sekitar satu dari lima populasi anak didiagnosis dengan masalah kesehatan mental atau gangguan perilaku.
Laporan Pew ini
muncul setelah sebuah studi tentang remaja di AS, Inggris, dan Kanada menemukan
orang-orang muda masa kini seolah tenggelam dalam gelombang perfeksionisme yang terus
meningkat. Tekanan dari media sosial dan orang tua jauh lebih tinggi dihadapi
remaja masa kini daripada tahun 1990-an.
“Kami percaya ada kebutuhan mendesak atas upaya
pencegahan untuk mengurangi praktik pola asuh dan pengaruh sosial-budaya yang
kasar dan mengekang. Seperti citra media tidak realistis yang berkontribusi
pada perfeksionisme. Intervensi untuk perfeksionis yang tertekan juga jelas
diperlukan," terang Smith.
Studi ini melihat bagaimana ekspektasi orang tua yang
tak realistis menimbulkan tekanan bagi para remaja.
Ini masalah yang pelik, pasalnya remaja memang
merasakan tekanan untuk berprestasi. Namun, mereka tidak mendambakan lebih
banyak waktu atau dukungan dari orang tua mereka. Bahkan, remaja masa kini
sudah lebih jarang mendapat bantuan dari orang tua mereka saat mengerjakan
pekerjaan rumah.
Sebanyak 45% orang tua menginginkan lebih banyak waktu bersama anak remaja mereka, sebagian besar remaja 65%, mengatakan waktu untuk bersama dengan orang tua mereka sudah cukup. Para ilmuwan sudah menemukan lonjakan depresi dan kecemasan pada remaja setidaknya satu dekade terakhir.
Sebuah studi menemukan, usaha bunuh diri di kalangan remaja antara 2008 hingga 2015. Bahkan CDC mendaftarkan bunuh diri sebagai penyebab kematian tertinggi kedua pada kelompok usia 10 hingga 24 tahun.
Riset Pew telah mengungkap remaja telah menyadari gangguan kesehatan mental adalah masalah besar di kalangan mereka. Sekarang, tinggal bagaimana remaja dan orang dewasa bisa bekerja sama mencari solusi terbaik.
Sumber :
shimajiro.id